Senin, 09 Desember 2013

SIFAT KIMIA DAN SIFAT FISIKA MINYAK ATSIRI

SIFAT KIMIA DAN SIFAT FISIKA MINYAK ATSIRI

A. DEFINISI MINYAK ATSIRI
Minyak Atsiri, atau dikenal juga sebagai Minyak Eteris (Aetheric Oil), Minyak Esensial, Minyak Terbang, serta Minyak Aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak Atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, sulingan Minyak Atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Minyak atsiri (minyak esensial) adalah komponen pemberi aroma yang dapat ditemukandalam berbagai macam bagian tumbuhan. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau tanaman asalnya. Dalam keadaan murni tanpa pencemar, minyak atsiri tidak berwarna.Namun pada penyimpanan yang lama, minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap .Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan hubungan langsung dengan udara, ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk.
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak ini bersifat mudah menguap pada suhu kamar (250C) tanpa mengalami dekomposisi dan berbau wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta umumnya larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther, 1990).
Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan pewangi, penyedap (flavoring), antiseptic internal, bahan analgesic, sedative serta stimulan. Terus berkembangnya penggunaan minyak atsiri di dunia maka minyak atsiri di Indonesia merupakan penyumbang devisa negara yang cukup signifikan setelah Cina (Sastrohamidjoyo, 2004).
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel. Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ tanaman, seperti didalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (pada famili Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae).
Minyak atsiri secara umum di bagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri yang komponen penyusunnya sukar untuk dipisahkan, seperti minyak nilam dan minyak akar wangi. Minyak atsiri kelompok ini lazimnya langsung digunakan tanpa diisolasi komponen-komponen penyusunnya sebagai pewangi berbagai produk. Kedua, minyak atsiri yang komponen-komponen senyawa penyusunnya dapat dengan mudah dipisahkan menjadi senyawa murni, seperti minyak sereh wangi, minyak daun cengkeh, minyak permen dan minyak terpentin. Senyawa murni hasil pemisahan biasanya digunakan sebagai bahan dasar untuk diproses menjadi produk yang lebih berguna.
Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavouring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).

B. SIFAT FISIKA MINYAK ATSIRI
Seperti bahan-bahan lain yang memiliki sifat fisik, minyak atsiri juga memiliki sifat fisik yang bisa di ketahui melalui beberapa pengujian. Sifat fisik dari setiap minyak atsiri berbeda satu sama lain. Sifat fisik terpenting dari minyak atsiri adalah dapat menguap pada suhu kamar sehingga sangat berpengaruh dalam menentukan metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan komponen kimia dan komposisinya dalam minyak asal.
            Sifat-sifat fisika minyak atsiri, yaitu : bau yang karakteristik, bobot jenis, indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif.

a. Bau yang karakteristik
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak ini bersifat mudah menguap pada suhu kamar (250C) tanpa mengalami dekomposisi dan berbau wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta umumnya larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther, 1990).

b. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 250C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer. Berat jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Gunther, 1987).
Besar bobot jenis pada berbagai minyak atsiri sangat di pengaruhi dari ukuran bahan dan lama penyulingan yang di lakukan. berikut adalah grafik yang di peroleh dari pengujian bobot jenis pada minyak atsiri kayu manis.

Uji BNJ menunjukkan bahwa perlakuan Bo dan B1 tidak berbeda nyata terhadap bobot jenis, tapi keduanya berbeda dengan perlakuan B2. Nilai bobot jenis minyak ditentukan oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya. Semakin tinggi kadar fraksi berat maka bobot jenis semakin tinggi. Pada waktu penyulingan, penetrasi uap pada bahan  berukuran kecil berlangsung lebih mudah karena jaringannya lebih terbuka sehingga jumlah uap air panas yang kontak dengan minyak lebih banyak. Kondisi tersebut mengakibatkan komponen fraksi berat minyaknya lebih mudah dan cepat diuapkan. Dari segi ukuran bahan, bobot jenis tertinggi (0,9935) diperoleh dari bahan ukuran kecil, sedangkan dari segi lama penyulingan, bobot jenis tertinggi (0,9911) diperoleh pada penyulingan 4 jam. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan bobot jenis paling tinggi (0,9979) adalah A1B1C0, yaitu susunan bahan bertingkat, ukuran bahan sedang dan lama penyulingan 4 jam. Nilai bobot jenis semua perlakuan berkisar antara 0,9722 sampai 0,9979.
c. Indeks Bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penentuan indeks bias menggunakan alat Refraktometer. Prinsip penggunaan alat adalah penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan yang berbeda, kemudian terjadi pembiasan (perubahan arah sinar) akibat perbedaan kerapatan media. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987).
Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

Hal ini disebabkan karena penguapan minyak dari bahan berukuran kecil berlangsung lebih mudah sehingga fraksi berat minyaknya lebih banyak terkandung dalam minyak, yang mengakibatkan kerapatan molekul minyak lebih tinggi dan sinar yang menembus minyak sukar diteruskan. Semakin sukar sinar diteruskan dalam suatu medium (minyak) maka nilai indeks bias medium tersebut semakin tinggi.
Sebagian besar komponen minyak kulit kayumanis terdiri atas kelompok senyawa terpen-o yang mempunyai berat molekul dan kerapatan yang lebih tinggi dibanding kelompok senyawa terpen, tetapi relatif mudah larut dalam air. Semakin lama penyulingan, senyawa terpen-o semakin banyak terlarut dalam air panas yang mengakibatkan kerapatan minyak menurun sehingga indeks biasnya lebih rendah. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan indeks bias paling tinggi (1,5641) adalah perlakuan A1B1C0, yaitu susunan bahan bertingkat, ukuran bahan sedang dan lama penyulingan 4 jam. Nilai indeks bias semua perlakuan berkisar antara 1,5515 sampai 1,5641; nilai ini lebih rendah dibanding standar mutu dari Essential Oil Association of USA (EOA) tahun 1970 yang mensyaratkan nilai 1,5730 – 1,5910.
d. Putaran Optik
Setiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak atsiri, suhu, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan putaran optik menggunakan alat Polarimeter (Ketaren, 1985).
Berikut ini adalah hasil pengujian minyak atsiri kayu manis, di mana hanya ukuran bahan yang berpengaruh terhadap nilai putaran optik minyak. Uji BNJ menunjukkan bahwa ukuran bahan besar menghasilkan putaran optik yang berbeda sangat nyata dengan ukuran sedang dan kecil.

Besarnya putaran optik tergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa, panjang jalan yang ditempuh sinar melalui senyawa tersebut dan suhu pengukuran.
Besar putaran optik minyak merupakan gabungan nilai putaran optik senyawa penyusunnya. Penyulingan bahan berukuran kecil akan menghasilkan minyak yang komponen senyawa penyusunnya lebih banyak (lengkap) dibanding dengan bahan ukuran besar, sehingga putaran optik yang terukur adalah putaran optik dari gabungan (interaksi) senyawa-senyawa yang biasanya lebih kecil dibanding putaran optik gabungan senyawa yang kurang lengkap (sedikit) yang dihasilkan bahan berukuran besar. Putaran optik minyak dari semua perlakuan bersifat negatif, yang berarti memutar bidang polarisasi cahaya kekiri. Nilainya antara (-) 5,03 sampai (-) 6,75 derajat. Nilai ini lebih besar dibanding standar EOA (1970) yang nilainya (-) 2 sampai 0 derajat.
e. Kelarutan Dalam Alkohol
            Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri.
Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larutdalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanolpada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri jugatergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Halini disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehinggauntuk melarutkannya diperlukan konsentrasi etanol yang tinggi. Kondisipenyimpanan kurang baik dapat mempercepat polimerisasi diantaranya cahaya,udara, dan adanya air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak baik.
            Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Berikut adalah hasil pengujian tingkat kelarutan minyak dalam alkohol yang dipengaruhi oleh semua faktor perlakuan dan kombinasinya.
Uji BNJ terhadap pengaruh susunan bahan menunjukkan bahwa susunan bahan bertingkat (A1) menghasilkan minyak minyak yang secara nyata lebih mudah larut dalam alkohol, dibanding susunan tidak bertingkat (A0) (Gambar 8). Tingkat kelarutan minyak dalam alkohol dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi senyawa yang dikandungnya. Menurut Heath (1978), minyak atsiri yang konsentrasi senyawa terpennya tinggi, sukar larut; sedangkan yang banyak mengandung senyawa terpen-o mudah larut dalam etanol. Dalam penyulingan bertingkat, uap panas lebih mudah dan cepat menembus bahan yang susunannya tidak padat dibanding susunan tidak bertingkat, sehingga senyawa terpen-o yang titik didihnya lebih rendah, lebih banyak terdapat dalam minyak sehingga minyaknya mudah larut dalam alkohol. Uji BNJ pengaruh ukuran bahan menunjukkan bahwa minyak dari bahan berukuran besar (B2) secara sangat nyata lebih sukar larut dalam alkohol dibanding ukuran kecil (B0) dan sedang (B1) (Gambar 9). Bahan yang berukuran lebih besar, lebih sukar diuapkan minyak atsirinya sehingga senyawa fraksi berat dalam minyak seperti seskuiterpen akan terpolimerisasi akibat pengaruh panas terus menerus dalam penyulingan dan polimer yang terbentuk tidak dapat diuapkan. Kondisi tersebut mengakibatkan komposisi terpen-o dalam minyaknya lebih rendah sehingga minyaknya sukar larut dalam alkohol.

Uji BNJ terhadap lama penyulingan menunjukkan bahwa minyak yang dihasilkan dari penyulingan 6 jam lebih sukar larut dibanding penyulingan 4 jam.
Semakin lama penyulingan maka senyawa fraksi-fraksi berat dalam minyak akan lebih banyak sehingga kelarutannya dalam alkohol semakin rendah. Kombinasi perlakuan yang menghasilkan minyak yang lebih mudah larut dalam alkohol dengan nisbah volume alkohol dan minyak 1,25:1 adalah A1B1C0, yaitu perlakuan susunan bahan bertingkat, ukuran bahan sedang dan lama penyulingan 4 jam. Menurut standar EOA (1970), kelarutan minyak dalam etanol 70% adalah dalam nisbah volume alkohol dengan minyak sebesar 3:1 atau lebih.
e. Warna
Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther (1990) mengatakan bahwa minyak akan berwarna gelap oleh aging, bau dan flavornya tipikal rempah, aromatik tinggi, kuat dan tahan lama.

C. SIFAT KIMIA MINYAK ATSIRI

a. Bilangan Asam
Bilangan asam pada minyak atsiri menandakan adanya kandungan asam organik pada minyak tersebut. Asam organik pada minyak atsiri bisa terdapat secara alamiah. Nilai bilangan asam dapat digunakan untuk menentukan kualitas minyak (Kataren, 1985).
Hasil analisis minyak kilemo menunjukkan bahwa minyak kilemo dari kulit batang yang disuling dengan metode kukus secara visual mempunyai bilangan asam tertinggi, sedangkan minyak kilemo dari daun yang disuling dengan metode rebus mempunyai bilangan asam terendah. Besarnya bilangan asam minyak kilemo dari daun yang disuling dengan metode kukus adalah 1.22 dan yang disuling dengan metode rebus 0.72 sedangkan untuk minyak kilemo dari kulit batang yang disuling dengan metode kukus besarnya 4.20, dan yang disuling dengan metode rebus 1.72. Adanya perbedaan nilai bilangan asam minyak kilemo hasil penyulingan daun dan kulit batang disebabkan karena perbedaan kandungan senyawa asam pada minyak. Sedangkan perbedaan nilai bilangan asam minyak kilemo yang disuling dengan sistem kukus dan rebus, kemungkinan disebabkan karena terjadi proses oksidasi pada waktu penyulingan dengan sistem kukus.

b. Bilangan Ester

Bilang ester merupakan banyaknya jumlah alkali yang diperlukan untuk penyabunan ester. Adanya bilangan ester pada minyak dapat menandakan bahwa minyak tersebut mempunyai aroma yang baik. Dari hasil analisis diperoleh bahwa minyak kilemo dari daun yang disuling dengan metode kukus secara visual mempunyai bilangan ester tertinggi, sedangkan minyak kilemo dari kulit batang yang disuling dengan metode rebus menghasilkan bilangan ester terendah.
Besarnya bilangan ester minyak kilemo dari daun yang disuling dengan metode kukus adalah 31.66, dan yang disuling dengan metode rebus 28.55. Sedangkan untuk minyak kilemo dari kulit batang yang disuling dengan metode kukus besarnya 18.74 dan yang disuling dengan metode rebus besarnya 17.6. Perbedaan nilai bilangan ester minyak kilemo hasil penyulingan daun dan kulit batang tumbuhan kilemo kemungkinan disebabkan karena perbedaan kandungan senyawa ester pada minyak. Dari pengamatan diperoleh bahwa minyak kilemo dari daun mempunyai aroma yang lebih segar bila dibandingkan aroma minyak dari kulit batang. Sifat aroma minyak ini dapat membuat tingginya bilangan ester pada minyak tersebut.
Minyak atsiri juga dapat mengalami kerusakan yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak atsiri yaitu dengan proses oksidasi, hidrolisa, dan resinifikasi.

a. Oksidasi
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik, dan keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Ketaren, 1985).

b. Hidrolisis
Proses hidrolisis terjadi pada minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985).

c. Resinifikasi
Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi selama penyimpanan (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri yang kita kenal selama ini, memiliki sifat mudah menguap dan mudah teroksidasi. Hal itulah yang menyebabkan perubahan secara fisika maupun kimia pada minyak atsiri. Perubahan sifat kimia minyak atsiri dapat terjadi saat :
1.      Penyimpanan bahan
Penyimpanan bahan sebelum dilakukan pengecilan ukuran bahan mempengaruhi jumlah minyak atsiri, terutama dengan adanya penguapan secara bertahap yang sebagian besar disebabkan oleh udara yang bersuhu cukup tinggi. Oleh karena itu, bahan disimpan pada udara kering bersuhu rendah.

2.      Proses ekstraksi
a.       Proses ekstraksi
Perubahan sifat kimia dapat disebabkan karena suhu ekstraksi terlalu tinggi.
b.      Proses distilasi
Perubahan sifat kimia pada proses ini terutama disebabkan karena adanya air, uap air, dan suhu tinggi.
c.       Proses pengepresan
Perubahan sifat kimia pada proses ini terutama disebabkan karena minyak atsiri berkontak dengan udara.




Daftar Pustaka

Gunther, E., 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Gunther, E., 1990. Minyak Atsiri. Jilid III A. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarata.

Mulyani, Sri. 2009. Analisis GC-MS dan Daya Anti Bakteri Minyak Atsiri.
Majalah Farmasi Indonesia, Bandung.
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Yuwono, L.A. Jayanto, H. 1992. Skripsi : Pemisahan Minyak Atsiri dari Kulit

Jeruk. hal 318.Surabaya.

2 komentar:

  1. min mau tanya pustaka yang menyatakan kadar air yang tinggi dapat menurunkan indeks bias dapat dari mana makasih

    BalasHapus
  2. berapa titik didih minyak atsiri kulit jeruk?

    BalasHapus