SIFAT
KIMIA DAN SIFAT FISIKA MINYAK ATSIRI
A. DEFINISI MINYAK ATSIRI
Minyak Atsiri,
atau dikenal juga sebagai Minyak Eteris
(Aetheric Oil), Minyak Esensial,
Minyak Terbang, serta Minyak Aromatik, adalah kelompok besar
minyak nabati
yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga
memberikan aroma yang khas. Minyak Atsiri merupakan bahan dasar dari
wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan,
sulingan Minyak Atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Minyak atsiri (minyak esensial)
adalah komponen pemberi aroma yang dapat ditemukandalam berbagai macam bagian
tumbuhan. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau tanaman asalnya.
Dalam keadaan murni tanpa pencemar, minyak atsiri tidak berwarna.Namun pada
penyimpanan yang lama, minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin
serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya
tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana
gelas yang berwarna gelap .Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin
sehingga tidak memungkinkan hubungan langsung dengan udara, ditutup rapat serta
disimpan di tempat yang kering dan sejuk.
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan
tanaman tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang.
Minyak ini bersifat mudah menguap pada suhu kamar (250C) tanpa
mengalami dekomposisi dan berbau wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta
umumnya larut dalam pelarut
organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther, 1990).
Minyak atsiri dapat
digunakan sebagai bahan pewangi, penyedap (flavoring), antiseptic internal,
bahan analgesic, sedative serta stimulan. Terus berkembangnya
penggunaan minyak atsiri di dunia maka minyak atsiri di Indonesia merupakan
penyumbang devisa negara yang cukup signifikan setelah Cina (Sastrohamidjoyo,
2004).
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung
oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel. Minyak
atsiri terkandung dalam berbagai organ tanaman, seperti didalam rambut kelenjar
(pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (pada famili Piperaceae), di
dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae).
Minyak atsiri secara umum di bagi menjadi dua kelompok. Pertama,
minyak atsiri yang komponen penyusunnya sukar untuk dipisahkan, seperti minyak
nilam dan minyak akar wangi. Minyak atsiri kelompok ini lazimnya langsung
digunakan tanpa diisolasi komponen-komponen penyusunnya sebagai pewangi
berbagai produk. Kedua, minyak atsiri yang komponen-komponen senyawa
penyusunnya dapat dengan mudah dipisahkan menjadi senyawa murni, seperti minyak
sereh wangi, minyak daun cengkeh, minyak permen dan minyak terpentin. Senyawa
murni hasil pemisahan biasanya digunakan sebagai bahan dasar untuk diproses
menjadi produk yang lebih berguna.
Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga
fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga
atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai
cadangan makanan bagi tanaman. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam
berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap
(flavouring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).
B.
SIFAT FISIKA MINYAK ATSIRI
Seperti
bahan-bahan lain yang memiliki sifat fisik, minyak atsiri juga memiliki sifat
fisik yang bisa di ketahui melalui beberapa pengujian. Sifat fisik dari setiap
minyak atsiri berbeda satu sama lain. Sifat fisik terpenting dari minyak atsiri
adalah dapat menguap pada suhu kamar sehingga sangat berpengaruh dalam
menentukan metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan komponen kimia
dan komposisinya dalam minyak asal.
Sifat-sifat fisika minyak atsiri,
yaitu : bau yang karakteristik, bobot jenis, indeks bias yang tinggi, bersifat
optis aktif.
a. Bau yang karakteristik
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan
tanaman tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang.
Minyak ini bersifat mudah menguap pada suhu kamar (250C) tanpa
mengalami dekomposisi dan berbau wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta
umumnya larut dalam pelarut
organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther, 1990).
b. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah
perbandingan bobot zat di udara pada suhu 250C terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis menggunakan alat
piknometer. Berat jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180.
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan mutu dan
kemurnian minyak atsiri (Gunther, 1987).
Besar bobot jenis
pada berbagai minyak atsiri sangat di pengaruhi dari ukuran bahan dan lama
penyulingan yang di lakukan. berikut adalah grafik yang di peroleh dari
pengujian bobot jenis pada minyak atsiri kayu manis.
Uji BNJ menunjukkan bahwa perlakuan
Bo dan B1 tidak berbeda nyata terhadap bobot jenis, tapi keduanya berbeda
dengan perlakuan B2. Nilai bobot jenis minyak ditentukan oleh komponen kimia
yang terkandung di dalamnya. Semakin tinggi kadar fraksi berat maka bobot jenis
semakin tinggi. Pada waktu penyulingan, penetrasi uap pada bahan
berukuran kecil berlangsung lebih mudah karena jaringannya lebih terbuka
sehingga jumlah uap air panas yang kontak dengan minyak lebih banyak. Kondisi
tersebut mengakibatkan komponen fraksi berat minyaknya lebih mudah dan cepat
diuapkan. Dari segi ukuran bahan, bobot jenis tertinggi (0,9935) diperoleh dari
bahan ukuran kecil, sedangkan dari segi lama penyulingan, bobot jenis tertinggi
(0,9911) diperoleh pada penyulingan 4 jam. Kombinasi perlakuan yang
menghasilkan bobot jenis paling tinggi (0,9979) adalah A1B1C0, yaitu susunan
bahan bertingkat, ukuran bahan sedang dan lama penyulingan 4 jam. Nilai bobot
jenis semua perlakuan berkisar antara 0,9722 sampai 0,9979.
c.
Indeks Bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan
kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut.
Penentuan indeks bias menggunakan alat Refraktometer. Prinsip penggunaan alat
adalah penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan yang berbeda,
kemudian terjadi pembiasan (perubahan arah sinar) akibat perbedaan kerapatan
media. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi
ketidakmurnian (Guenther, 1987).
Semakin
banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena
sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak
atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan
minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi
kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang
dihasilkan.
Hal ini disebabkan karena penguapan
minyak dari bahan berukuran kecil berlangsung lebih mudah sehingga fraksi berat
minyaknya lebih banyak terkandung dalam minyak, yang mengakibatkan kerapatan
molekul minyak lebih tinggi dan sinar yang menembus minyak sukar diteruskan.
Semakin sukar sinar diteruskan dalam suatu medium (minyak) maka nilai indeks
bias medium tersebut semakin tinggi.
Sebagian besar komponen minyak kulit
kayumanis terdiri atas kelompok senyawa terpen-o yang mempunyai berat molekul
dan kerapatan yang lebih tinggi dibanding kelompok senyawa terpen, tetapi
relatif mudah larut dalam air. Semakin lama penyulingan, senyawa terpen-o
semakin banyak terlarut dalam air panas yang mengakibatkan kerapatan minyak
menurun sehingga indeks biasnya lebih rendah. Kombinasi perlakuan yang
menghasilkan indeks bias paling tinggi (1,5641) adalah perlakuan A1B1C0, yaitu
susunan bahan bertingkat, ukuran bahan sedang dan lama penyulingan 4 jam. Nilai
indeks bias semua perlakuan berkisar antara 1,5515 sampai 1,5641; nilai ini lebih
rendah dibanding standar mutu dari Essential Oil Association of USA (EOA) tahun
1970 yang mensyaratkan nilai 1,5730 – 1,5910.
d. Putaran Optik
Setiap jenis minyak
atsiri memiliki kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke arah kiri atau
kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh jenis minyak
atsiri, suhu, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan putaran
optik menggunakan alat Polarimeter (Ketaren, 1985).
Berikut
ini adalah hasil pengujian minyak atsiri kayu manis, di mana hanya ukuran bahan
yang berpengaruh terhadap nilai putaran optik minyak. Uji BNJ
menunjukkan bahwa ukuran bahan besar menghasilkan putaran optik yang berbeda
sangat nyata dengan ukuran sedang dan kecil.
Besarnya putaran optik tergantung
pada jenis dan konsentrasi senyawa, panjang jalan yang ditempuh sinar melalui
senyawa tersebut dan suhu pengukuran.
Besar putaran optik minyak merupakan gabungan nilai
putaran optik senyawa penyusunnya. Penyulingan bahan berukuran kecil akan
menghasilkan minyak yang komponen senyawa penyusunnya lebih banyak (lengkap)
dibanding dengan bahan ukuran besar, sehingga putaran optik yang terukur adalah
putaran optik dari gabungan (interaksi) senyawa-senyawa yang biasanya lebih
kecil dibanding putaran optik gabungan senyawa yang kurang lengkap (sedikit)
yang dihasilkan bahan berukuran besar. Putaran optik minyak dari semua
perlakuan bersifat negatif, yang berarti memutar bidang polarisasi cahaya
kekiri. Nilainya antara (-) 5,03 sampai (-) 6,75 derajat. Nilai ini lebih besar
dibanding standar EOA (1970) yang nilainya (-) 2 sampai 0 derajat.
e. Kelarutan
Dalam Alkohol
Kelarutan
dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut
sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan
dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan
suatu kemurnian minyak atsiri.
Minyak atsiri banyak yang mudah
larut dalam etanol dan jarang yang larutdalam air, sehingga kelarutannya mudah
diketahui dengan menggunakan etanolpada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk
menentukan kelarutan minyak atsiri jugatergantung pada kecepatan daya larut dan
kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena
lamanya penyimpanan. Halini disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan
daya kelarutan, sehinggauntuk melarutkannya diperlukan konsentrasi etanol yang
tinggi. Kondisipenyimpanan kurang baik dapat mempercepat polimerisasi
diantaranya cahaya,udara, dan adanya air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak
baik.
Minyak
atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam
air. Berikut adalah hasil pengujian tingkat kelarutan minyak dalam alkohol yang
dipengaruhi oleh semua faktor perlakuan dan kombinasinya.
Uji BNJ terhadap pengaruh susunan
bahan menunjukkan bahwa susunan bahan bertingkat (A1) menghasilkan minyak minyak
yang secara nyata lebih mudah larut dalam alkohol, dibanding susunan tidak
bertingkat (A0) (Gambar 8). Tingkat kelarutan minyak dalam alkohol dipengaruhi
oleh jenis dan konsentrasi senyawa yang dikandungnya. Menurut Heath (1978),
minyak atsiri yang konsentrasi senyawa terpennya tinggi, sukar larut; sedangkan
yang banyak mengandung senyawa terpen-o mudah larut dalam etanol. Dalam
penyulingan bertingkat, uap panas lebih mudah dan cepat menembus bahan yang
susunannya tidak padat dibanding susunan tidak bertingkat, sehingga senyawa
terpen-o yang titik didihnya lebih rendah, lebih banyak terdapat dalam minyak
sehingga minyaknya mudah larut dalam alkohol. Uji BNJ pengaruh ukuran bahan
menunjukkan bahwa minyak dari bahan berukuran besar (B2) secara sangat nyata lebih
sukar larut dalam alkohol dibanding ukuran kecil (B0) dan sedang (B1) (Gambar
9). Bahan yang berukuran lebih besar, lebih sukar diuapkan minyak atsirinya
sehingga senyawa fraksi berat dalam minyak seperti seskuiterpen akan
terpolimerisasi akibat pengaruh panas terus menerus dalam penyulingan dan
polimer yang terbentuk tidak dapat diuapkan. Kondisi tersebut mengakibatkan
komposisi terpen-o dalam minyaknya lebih rendah sehingga minyaknya sukar larut
dalam alkohol.
Uji BNJ terhadap lama penyulingan
menunjukkan bahwa minyak yang dihasilkan dari penyulingan 6 jam lebih sukar
larut dibanding penyulingan 4 jam.
Semakin lama penyulingan maka
senyawa fraksi-fraksi berat dalam minyak akan lebih banyak sehingga
kelarutannya dalam alkohol semakin rendah. Kombinasi perlakuan yang
menghasilkan minyak yang lebih mudah larut dalam alkohol dengan nisbah volume
alkohol dan minyak 1,25:1 adalah A1B1C0, yaitu perlakuan susunan bahan
bertingkat, ukuran bahan sedang dan lama penyulingan 4 jam. Menurut standar EOA
(1970), kelarutan minyak dalam etanol 70% adalah dalam nisbah volume alkohol
dengan minyak sebesar 3:1 atau lebih.
e. Warna
Sesuai dengan
SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat kemerahan,
namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi kuning tua
hingga coklat muda. Guenther (1990) mengatakan bahwa minyak akan berwarna gelap
oleh aging, bau dan flavornya tipikal rempah, aromatik tinggi, kuat dan tahan
lama.
C. SIFAT KIMIA MINYAK ATSIRI
a. Bilangan Asam
Bilangan asam pada minyak atsiri
menandakan adanya kandungan asam organik pada minyak tersebut. Asam organik
pada minyak atsiri bisa terdapat secara alamiah. Nilai bilangan asam dapat
digunakan untuk menentukan kualitas minyak (Kataren, 1985).
Hasil analisis minyak kilemo menunjukkan
bahwa minyak kilemo dari kulit batang yang disuling dengan metode kukus secara
visual mempunyai bilangan asam tertinggi, sedangkan minyak kilemo dari daun
yang disuling dengan metode rebus mempunyai bilangan asam terendah. Besarnya
bilangan asam minyak kilemo dari daun yang disuling dengan metode kukus adalah
1.22 dan yang disuling dengan metode rebus 0.72 sedangkan untuk minyak kilemo
dari kulit batang yang disuling dengan metode kukus besarnya 4.20, dan yang
disuling dengan metode rebus 1.72. Adanya perbedaan nilai bilangan asam minyak
kilemo hasil penyulingan daun dan kulit batang disebabkan karena perbedaan
kandungan senyawa asam pada minyak. Sedangkan perbedaan nilai bilangan asam
minyak kilemo yang disuling dengan sistem kukus dan rebus, kemungkinan
disebabkan karena terjadi proses oksidasi pada waktu penyulingan dengan sistem
kukus.
b. Bilangan Ester
Bilang ester merupakan banyaknya jumlah
alkali yang diperlukan untuk penyabunan ester. Adanya bilangan ester pada
minyak dapat menandakan bahwa minyak tersebut mempunyai aroma yang baik. Dari
hasil analisis diperoleh bahwa minyak kilemo dari daun yang disuling dengan
metode kukus secara visual mempunyai bilangan ester tertinggi, sedangkan minyak
kilemo dari kulit batang yang disuling dengan metode rebus menghasilkan
bilangan ester terendah.
Besarnya bilangan ester minyak kilemo
dari daun yang disuling dengan metode kukus adalah 31.66, dan yang disuling
dengan metode rebus 28.55. Sedangkan untuk minyak kilemo dari kulit batang yang
disuling dengan metode kukus besarnya 18.74 dan yang disuling dengan metode
rebus besarnya 17.6. Perbedaan nilai bilangan ester minyak kilemo hasil
penyulingan daun dan kulit batang tumbuhan kilemo kemungkinan disebabkan karena
perbedaan kandungan senyawa ester pada minyak. Dari pengamatan diperoleh bahwa
minyak kilemo dari daun mempunyai aroma yang lebih segar bila dibandingkan
aroma minyak dari kulit batang. Sifat aroma minyak ini dapat membuat tingginya
bilangan ester pada minyak tersebut.
Minyak atsiri juga
dapat mengalami kerusakan yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak
atsiri yaitu dengan proses oksidasi, hidrolisa, dan resinifikasi.
a. Oksidasi
Reaksi oksidasi
pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida
yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk
senyawa aldehid, asam organik, dan keton yang menyebabkan perubahan bau yang
tidak dikehendaki (Ketaren, 1985).
b. Hidrolisis
Proses hidrolisis
terjadi pada minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester
merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam
bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air
dan asam sebagai katalisator (Ketaren, 1985).
c. Resinifikasi
Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat
membentuk resin, yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk
selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu
tinggi selama penyimpanan (Ketaren, 1985).
Minyak
atsiri yang kita
kenal selama ini, memiliki sifat mudah menguap dan mudah teroksidasi. Hal
itulah yang menyebabkan perubahan
secara fisika maupun kimia pada minyak atsiri. Perubahan sifat kimia minyak atsiri
dapat terjadi saat :
1.
Penyimpanan
bahan
Penyimpanan bahan sebelum dilakukan
pengecilan ukuran bahan mempengaruhi jumlah minyak atsiri, terutama dengan
adanya penguapan secara bertahap yang sebagian besar disebabkan oleh udara yang
bersuhu cukup tinggi. Oleh karena itu, bahan disimpan pada udara kering bersuhu
rendah.
2.
Proses
ekstraksi
a.
Proses
ekstraksi
Perubahan sifat kimia dapat disebabkan karena suhu
ekstraksi terlalu tinggi.
b.
Proses
distilasi
Perubahan sifat kimia pada proses ini terutama
disebabkan karena adanya air, uap air, dan suhu tinggi.
c.
Proses
pengepresan
Perubahan sifat kimia pada proses ini terutama
disebabkan karena minyak atsiri berkontak dengan udara.
Daftar
Pustaka
Gunther,
E., 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Gunther,
E., 1990. Minyak Atsiri. Jilid III A.
Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Ketaren,
S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak
Atsiri. Balai Pustaka, Jakarata.
Mulyani, Sri. 2009. Analisis GC-MS dan Daya Anti Bakteri Minyak Atsiri.
Majalah Farmasi Indonesia,
Bandung.
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah
Mada,
Yogyakarta.
Yuwono, L.A. Jayanto, H. 1992. Skripsi :
Pemisahan Minyak Atsiri dari Kulit
Jeruk. hal 318.Surabaya.
min mau tanya pustaka yang menyatakan kadar air yang tinggi dapat menurunkan indeks bias dapat dari mana makasih
BalasHapusberapa titik didih minyak atsiri kulit jeruk?
BalasHapus